Saya turut berbelasungkawa terhadap kejadian yang terjadi saat ini, kiranya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dari Allah untuk menghadapi cobaan ini, dan kepada seluruh rakyat Indonesia, tetap tenang dan waspada. Kita pasti bisa.
Saat ini dunia dikejutkan dengan merebaknya suatu pandemi yang bernama COVID-19. Menurut data yang diakses dari robochat via Whatsapp pemerintah Republik Indonesia, sejauh artikel ini disusun per 30 Maret 2020 secara global menurut data covid19.go.id per 29 Maret 2020 sudah sebanyak 202 negara/kawasan. Sedangkan kasus yang terkonfirmasi adalah sebanyak 575.444 kasus dengan tingkat kematian 26.654.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut data yang diperoleh bersama dengan data yang diperoleh diatas, Indonesia memiliki 1.285 orang yang positif dengan jumlah sembuh sebanyak 64 orang dan meninggal sebanyak 114 orang.
Dengan hal ini terdengar kata yang ada di masyarakat dan berita-berita
Lockdown, stay at home, di rumah saja.Bahkan suatu platform seperti Instagram mengeluarkan stiker stay at home.
Sumber gambar: gadgetdiva.id
Sebelum kita berbicara lebih lanjut, sebenarnya apa itu pandemi dan lockdown?
PandemiDikutip dari laman warteekonomi.co.id pandemi adalah suatu wabah penyakit global. Dikutip lagi oleh mereka, menurut World Health Organization (WHO), pandemi dinyatakan ketika penyakit baru menyebar di seluruh dunia melampaui batas.
Sedangkan menurut aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia V yang bisa diunduh pada gawai masing-masing, pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas.
LockdownYa kata ini sepertinya tidak asing di telinga kita. Dikutip dari Detik.com oleh Niken Yunita pada detikNews, lockdown merupkan suatu cara untuk memutus mata rantai penyebaran, menurut Mahfud Md, karantinya kewilayahan sama dengan lockdown.
Menurut Mahfud, karantina kewilayahan diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Tapi, sejauh mana kita akan mampu bertahan dengan hal ini?
Dengan adanya COVID-19 ini membuat suatu pergeseran baru, kita mulai bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan melakukan apa saja dari rumah. Menurut saya hal ini baik adanya ketika kita bisa secara mandiri melakukan pekerjaan kita dari rumah. Melakukan suatu tugas dari jarak jauh untuk zaman ini sudah bisa dibilang sangat canggih. Coba anda bayangkan ketika anda bisa melakukan pekerjaan dari mana saja asalkan memiliki suatu koneksi internet.
Mengapa hal ini yang nantinya akan menjadi suatu budaya kedepan bagi kita? Diibarakan kita melakukan suatu hal yang berulang kedepan dalam waktu 3 hari, maka nanti akan menjadi suatu kebiasaan untuk hari-hari selanjutnya. Ketika hari nanti kita sudah menang melawan virus ini (Amin, karena badai pasti berlalu), pasti akan terjadi pemulihan ekonomi, dan mulai kembali masuk kerja di kantor, pasti akan terpicu suatu perasaan dimana kita merindukan kantor namun kita tidak merindukan suasananya. Di rumah kita bebas melakukan ini dan itu, bahkan pekerjaan bisa ulur beberapa jam asalkan mencapai suatu target.
Nanti yang menjadi pertanyaannya adalah:
- Anda mau diposisi yang mana? Mau di rumah atau di kantor?
- Berapa upah yang harus diterima dari adanya hal ini?
Dan masih banyak lagi pertanyaan yang akan muncul dan menjadi paradoks yang tidak bisa kita selesaikan kalau tidak menggunakan nalar dan kerendahan hati. Itu semua bisa anda jawab sendiri.
Karena apa sampai saya berani menuliskan ini?
Ini semua adalah opini saya, saya memiliki harapan agar nantinya bisa menjadi suatu pertimbangan guna kepentingan bersama dan bukan menjadi suatu alat pengadu domba antara pihak ini dan pihak itu. Jujur saya bingung apakah saya mau berada dipihak yang mana, dipihak pemerintah atau dipihak masyarakat, bahkan jikalau saya ada di pihak masyarakat saya harus memilih posisi saya apakah ada di golongan kelas mana. Hidup itu adalah pilihan, satu-satunya cara untuk aman adalah tidak memilih. Hal itu pun menjadi referensi saya sampai akhirnya saya memilih untuk netral. Namun netral bukan berarti semaunya saya.
Hai dengarkan!
Ketika anda sibuk dengan urusan bahwa "Hei tetap di rumah saja, jangan keluar rumah!", "Kalau saya tetap di rumah siapa yang akan menafkahi keluarga saya?", dan ini dan itu. Saya beranggapan bahwa apapun itu meski terlihat baik namun pada kenyataannya secara tidak sadar saat ini manusia sedang dan berupaya membagi kasta ekonomi.
Jikalau nanti program Bantuan Langsung Tunai dari pemerintah diterima, anda ada di pihak mana? Dan jikalau itu agak terlambat, apakah salah untuk memilih untuk bersabar?
Bijaklah kawan-kawanku.
Saya bukan memancing pro dan kontra, namun saya hanya salah satu dari mungkin beberapa masyarakat yang ingin menyuarakan bahwa tolong jangan merasa bahwa anda ada digolongan tertentu. Hei, kita itu satu di NKRI.
Bahkan pemerintahpun adalah rakyat, mungkin itulah sebabnya tertulis "Atas nama bangsa Indonesia" dalam teks Proklamasi.
Mengutip Pak Budi Setiawan dalam tulisannya di viva.co.id, kita harus bertanya pada diri sendiri tidak hanya bagaimana mengatasi ancaman langsung, tetapi juga dunia seperti apa yang akan kita huni begitu badai berlalu.
Saya rasa demikian, semuanya ada di tangan anda.
Referensi:
- www.covid19.go.id/situasi-virus-corona/ (Pesan robot COVID-19 via Whatsapp diakses 30 Maret 2020 pukul 14.25 WITA).
- Fajria Anindya Utami (2020), Apa Itu Pandemi?, https://www.wartaekonomi.co.id/read276620/apa-itu-pandemi, diakses 30 Maret 2020.
- Niken Yunita (2020), Memahami Lagi Arti Lockdown, COVID-19 dan Pandemi, https://news.detik.com/berita/d-4956587/memahami-lagi-arti-lockdown-covid-19-dan-pandemi, diakses 30 Maret 2020.
- Jihan Nasir (2020), Instagram Tambahkan Stiker 'Stay Home' di aplikasinya, https://gadgetdiva.id/life/8745-sticker-stay-home-instagram/, diakses 30 Maret 2020.
- Budi Setiawan (2020), Antara Pak Ahmad dan Bukan Pak Ahmad, https://www.viva.co.id/vstory/opini-vstory/1208472-antara-pak-ahmad-dan-bukan-pak-ahmad, diakses 30 Maret 2020.